Senin, 27 Juni 2011

Kelangkaan BBM + Kebodohanku

picture by http://goresanrahasiaku.blogspot.com/

"Manusia hanya bisa berencana, tapi Allah-lah yang akan memutuskan" begitulah kira2 kutipan yang akan menjadi kesimpulan kisah bodohku kemarin... hehehehehe
Sunday diawali dengan futsal bareng teman2 PLTU, booking lapangan jam 7 pagi, eh... yang punya masih ngorok.. hampir aja dia kehilangan rejeki karena kebiasaan buruknya, untungnya masih bisa bersabar, sambil teriak2, ketuk2 pintu layaknya demonstran yang lagi rusuh... 

Setelah pintu di buka, pertandingan langsung dimulai. gabung dengan tim yang punya skill bagus, bikin percaya diri meningkat. ditambah jersey Milan terbaru semakin membuat lupa diri. akhirnya pertandingan dimenangkan dengan skor yang tak terhitung.

Lelah tapi senang, pulang kerumah pengennya istirahat total. eh.. si Fikrah berulah.. dia kabur dari rumah.. (sy sich gak tau, karena asik tiduran.. hehehhe).. kring..kring..kring.. seperti bunyi pedagang siomay tapi ternyata bunyi hape... "laporan pak, anak bapak lagi dirumah mertua, silahkan di jemput" huft... Fikrah...Fikrah... kamu gak tau apa bapakmu lagi istirahat..??

Syukurlah semua telah teratasi... lanjut istirahat lg.. 

Jarum jam menunjukkan 22:40 saat si Fikrah kembali berulah.. karena gatal dan kegerahan, dia pengen nyuci badan... okeh... silahkan nak... tp jangan lama2, ntar malah sakit lagi... 

waduh... ternyata saya harus masuk kerja nich.. *Nasib buruh pabrik... kali ini ulah si Fikrah menyelamatkan bapaknya dari pemotongan gaji... xixixixixixixi

Brum..brum..brum.. jupiter melaju... 

Sial.. indikasi bahan bakar menunjuk huruf E... periksa jam dari hape, ternyata masih punya ksempatan.. singgah di SPBU dulu ah... mas, tolong isi 10000 ya..!! (harga default).. "maaf mas, asal tau aja, ini pertamax" *prak* nutup kaca helm.. gak jadi mas, besok pagi aja... 

Syukurlah. ceklok tepat waktu... 

Karena keasikan dalam kebingungan ngutak-atik blog, tak terasa pagi tlah menjemput.. siap2 tuk pulang, ingat janji tuk ngantar si Fikrah ke sekolah..

Loh.. koq Di SPBU orang2 pada ngantri  yak..??? owh.. pasti Premium masih kososng.. mas, isi Pertamax dong..!!! (dengan lagak sombong...) maaf mas, pertamax juga habis.. 

Buka penutup tangki, liat level bahan bakar, ah... masih bisa sampe di SPBU selanjutnya... lanjuuutt..
Sampe d SPBU yang  ke-2.. situasi gak jauh berbeda, kembali periksa level bahan bakar.. kali ini sangat menghawatirkan, tp daripada nunggu di sini mending lanjut aja sambil berharap bisa sampe di rumah atau setidaknya sampai ke SPBU selanjutnya... 

Prediksi level masih akurat..(boleh di bilang sangat akurat). Bensin habis pas depan SPBU ke-3, tapi situasi masih juga sama. antrian panjang kendaraan bukan sekedar tuk menambah bahan bakar, tapi memang kendaraan mereka tak lagi punya daya untuk dihidupkan, sebagian dari mereka datang sambil ngos2an.. yah.. saya masih beruntung tidak sempat rasakan olahraga pagi (dorong red). tp tetap aja nasib kami sama... menunggu keajaiban... hehehehehe

Tat..tit..tut.. jari2 sibuk ngetik sms, kirim ke banyak kerabat dan sahabat. sambil berharap ada yang mau membantu.. sms masuk pun membanjiri kotak pesanku.. tapi isinya sama aja... "maaf, bukannya gak mau membantu, tp saya juga lagi sibuk nyari BBM nich..." 

Gak berapa lama.. orang2 pada berlarian, saya pun ikut bersama mereka.. sepintas terdenngar ditelingku sebuah pertanyaan "berapa sebotolnya pak..??", tanpa nunggu jawaban, "pak.. saya sebotol dong" sambil nyodorkan uang 10 ribuan... "maaf de'... ini pertamax, jadi harganya 15ribu"  *gubrak..
okeh..okeh..okeh.. ini pak tambahannya... 

Akhirnya jupiterku bisa kembali melaju... 

Jadi, kita sebagai manusia hanya bisa berencana, tapi tidak bisa memastikan apa yang bakal terjadi selanjutnya.. saran saya, kalo premium lagi kosong, jangan segan-segan membeli pertamax.. apalagi bagi yang punya kemampuan lebih.. kasihani dong orang miskin sepertiku, subsidi aja loe mau makan. dan bagi pemerintah, tinjau ulang kebijakannya dong.. jangan sampai orang gedean menikmati subsidi sementara kami yang kecil harus menanggung harga Pertamax 15ribu campur dorong..


Minggu, 19 Juni 2011

Menjemput Fajar


Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..



kali ini saya akan menceritakan tentang sepasang suami isteri pekerja keras yang hidup serba kekurangan namun memiliki impian yang sangat luar biasa. Saking luar biasanya impian itu sehingga hati merekapun menolak untuk hanya sekedar menampung mimpi yang memang jika dilihat dari keseharian mereka, sangat-sangat tidak mungkin untuk mereka wujudkan...


Sang suami sebutlah Fulan (bukan nama sebetulnya-red) tinggal di sebuah desa yang kebanyakan masyarakatnya bekerja sebagai petani (sawah ataupun tambak) membuatnya tak memiliki pilihan pekerjaan lain selain bertani. Dengan bermodalkan sepetak sawah kecil serta dua petak tambak warisan orang tua, sedikit memudahkannya dalam memberi nafkah untuk keluarganya. Di karuniai enam orang anak tidak membuatnya merasa terbebani, karena menurutnya banyak anak banyak rejeki. 



Jarum jam menunjukkan pukul 02:00, Fajar belum juga menyingsing, udara yang sangat dingin dan kadang disertai guyuran hujan lebat pada musimnya, orang-orang masih terlelap dalam mimpi indahnya, tapi tidak bagi si Fulan. Dia harus bergegas menuju lokasi tambak karena takut air pasang menggenangi harta berharganya itu. Dengan mengendarai sebuah perahu kecil dia menyusuri sungai, sesekali dia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk melihat keadaan air ataupun mungkin berharap dapat melihat sesuatu yang dapat di bawanya pulang sebagai oleh-oleh untuk keluarganya.


Bercerita tentang perahu, dia punya cerita lucu yang selalu diceritakannya kepada sahabat dan para kerabatnya. Pada suatu ketika, seperti biasa dia mendayung perahunya menuju tambak, karena sangat mengantuk, dia tidak sadar kalo dia sudah tertidur pulas di atas perahunya. Ketika tersadar dia begitu kaget dan ketakutan karena dia merasa seakan di tengah hutan belantara, seketika itu juga dia berteriak meminta tolong. Dan betapa malunya dia ketika mengetahui bahwa perahunya hanya tertambat diantara rerimbunan pohon bakau (mangrove) yang biasa dijadikan pelindung untuk tambak dari ombak. Sambil melirik kanan kiri, dan berharap tidak ada orang lain yang mendengar teriakannya, dia kembali mendayung perahunya menuju lokasi tambak... hehehehehehe


Sesampai di tambak, diapun mengganti pakaiannya kemudian berkeliling melihat-lihat kondisi peliharaannya. Jika dia dapati ada yang mati, dia memungutnya untuk dijadikan santapan istimewa bagi keluarganya. Tak jarang dia harus turun ke dalam tambak untuk menggemburkan tanah agar makanan-makanan ikan dan udang mengapung dan mudah didapatkan oleh ikan dan udang. (Subhanallah... dingin tuh pak).



Setelah sekian lama bermain bersama ikan-ikan dan udang, terdengar suara dari menara-menara masjid yang sedang bersiap-siap mengumandangkan azan subuh. Diapun keluar dari dalam tambak dan membersihkan lumpur yang melekat di badannya. (mandi-red). Kembali dengan mengendarai perahu buntut diapun menuju ke masjid yang tidak jauh dari rumahnya. Sebelum ke masjid, dia singgah terlebih dahulu di rumahnya untuk mengantarkan hasil tangkapannya (ikan mati yang dipungutnya dari tambak-red). Dan tidak lupa ssstt...sssttt..sssttt.. minyak wangi disemprotkan ke seluruh tubuhnya agar bau lumpur di tubuhnya tidak mengganggu jamaah yang lain. Setelah melaksanakan kewajibannya (sholat-red) tibalah saat yang dinanti-nanti, bercengkeramah dengan keluarga sambil menikmati sarapan istimewa yang masih hangat.



Sehabis menikmati sarapan, dia meminta anaknya untuk memeriksa jebakan ikan yang di taruhnya di sawah belakang rumahnya. “Alhamdulillah ada lima ekor ikan gabus pak” teriak anaknya. “ya sudah... tangkap dan jual ke pasar” jawabnya. Dengan penuh semangat anak keempatnya yang ketika itu masih berusia antara 10-11 tahun menangkap ikan gabus itu, mengikat dan segera membawanya ke pasar. Tanpa menunggu lama ikan tersebut laku terjual kepada para pengepul, anak itu kembali mengayuh sepedanya dengan cepat kembali ke rumah dan menyerahkan hasil penjualan kepada ibunya (istri si fulan-red). “Dapat brapa nak?” tanya ibunya. “Alhamdulillah dapat 3000 perak bu...” jawab anak itu, “ambil 100 perak untuk jajanmu di sekolah dan berikan 100 lagi untuk kakakmu” jawab sang ibu. Dalam pikiran sang ibu, “Alhamdulillah, hari ini bisa nabung 2800 perak untuk persiapan ketika dibutuhkan”

Ya.. anak mereka yang pertama dan kedua sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi Islam Negeri di kotanya sehingga mereka harus menabung untuk memenuhi kebutuhan kuliah dan hidup kedua anaknya itu. (kisah kedua anaknya akan masuk dalam cerita yang lain. hehehehehehe)



Waktu sarapan dan istirahat telah usai, si Fulan kembali melanjutkan aktivitasnya. Kali ini dia tidak ke tambak, tapi ke sawah guna memeriksa keadaan tanaman padi yang telah ditanamnya. Dengan peralatan parang dan sabit dia menebas seluruh rumput serta tanaman penggangu lainnya yang ada disekitar pematang sawahnya... (mungkin dalam pikirannya mumpung pagi, jadi sekalian olah raga.. :D). Setelah merasa sudah bersih, diapun masuk menjelajahi tiap baris pohon padinya guna memastikan tidak ada hama yang hinggap dan mengganggu tanaman yang bakal menjadi penghasilan terbesarnya itu. Si Fulan memang terkenal giat dan teliti dalam bekerja, hal inilah yang membuat beberapa teman dan kerabat menginginkan jasanya untuk mengerjakan sawah mereka dengan imbalan bagi hasil. Beberapa ia terima, tp tidak sedikit yang ditolaknya dengan alasan tidak mampu mengerjakan seluruhnya.



Panas matahari sudah terasa menyengat di tubuh, keringatnya bercucuran, rasa haus mungkin telah mengganggu tenggorokannya, sesekali ia menegur petani lain yang melewati pematang sawahnya untuk pulang. Dan akhirnya diapun ikut pulang karena memang pekerjaannya hari ini telah selesai. Ia berjalan tertunduk melintasi pematang-pematang sawah, mungkin dia lelah, mungkin dia menangis, atau mungkin dia berdo’a, hanya dia dan Allah yang mengetahuinya yang pasti raut muka lesu yang tetap tertunduk tampak jelas terlihat diwajahnya.



Seperti itulah keseharian si Fulan. waktunya hanya untuk ibadah, bekerja dan bekerja. tak ada banyak waktu untuk istirahat ataupun bercengkerama dengan keluarganya. Itu dilakukannya demi menggapai mimpi sederhana yang ada dalam angan-angannya, dia hanya ingin agar anak-anaknya dapat mengenyam pendidikan agar tidak bodoh seperti dirinya.. dia tidak menargetkan yang muluk-muluk, satu kalimat yang masih saya ingat dan tak akan saya lupakan “lanjutkan pendidikanmu hingga batas dimana saya tidak mampu lagi untuk bekerja”...

Lain waktu kita lanjutkkan lagi cerita ini..



Terima kasihku yang tak terhingga kupersembahkan untuk kedua orang tuaku yang telah bersusah payah mendidikku hingga saya bisa seperti sekarang. Saya mungkin tidak memiliki sesuatu untuk bisa saya sombongkan, tapi saya memiliki orang tua yang bisa saya banggakan. Sekali lagi Terima kasih Ayah, Terima kasih Ibu...